Meninjau UU Pemira IKM UI 2014 Pasca Putusan MM

About The Author

Hanry Ichfan adalah seorang mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 2011. Selain menjadi aktivis kampus, dia juga menjabat sebagai Hakim Anggota di Mahkamah Mahasiswa UI.

Melalui Putusan Mahkamah Nomor 001 PUU MM.UIV2013 yang diucapkan pada 22 Oktober 2013, atas permohonan uji materi yang diajukan Pemohon terhadap Pasal 26 poin (d), Pasal 31 poin (d), serta Pasal 38 poin (d) Undang-undang IKM UI Nomor 1 Tahun 2013 mengenai pelepasan jabatan struktural calon peserta Pemira. Dan Pasal 26 poin (g), Pasal 31 poin (g), serta Pasal 38 poin (g) Undang-undang IKM UI Nomor 1 Tahun 2013 mengenai syarat batas IPK calon peserta Pemira.

Mahkamah telah mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, diantaranya menyatakan bahwa Pasal-pasal yang diuji tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Alhasil, pelaksanaan Pemira pada tahun 2013 lalu, calon peserta Pemira tidak harus melepaskan jabatan struktural yang sedang diembannya dan tidak mengikatnya persyaratan pemberlakuan IPK sebagaimana tertera dalam UU Pemira.

Lalu bagaimana dengan Undang Undang Pemira UI tahun 2014? Apakah DPM UI selaku lembaga lembaga legislatif sudah mematuhi putusan Mahkamah?

Sebagaimana kita tahu, pada 24 September 2014 DPM UI sudah menerbitkan UU Pemira baru yakni Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Raya. Jika kita lihat peraturan terkait persyaratan calon peserta Pemira. DPM UI sudah mematuhi putusan Mahkamah. Perbaikan Pasal mengenai  pelepasan jabatan struktural misalnya, dalam UU Pemira baru berbunyi;

Bersedia cuti dari semua jabatan struktural di lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas dan universitas saat lolos verifikasi

Sedangkan dalam hal persyaratan IPK juga diubah menjadi;

Tidak terancan drop out dan telah memperoleh 90 sks, dibuktikan dengan DNS terakhir

Meski demikian, masih ditemukan masalah diantaranya ketidak-konsistenan pembuatan pengaturan. Hal ini bisa kita temukan dalam Pasal 35 UU Pemira 2014 poin (d) yang masih menyebutkan “bersedia melepaskan jabatan”, padahal putusan Mahkamah tahun lalu menyatakan hal demikian tidak memiliki alasan yang berdasar. Di sisi lain, peraturan perolehan minimal 90 sks dengan dibuktikan dengan DNS terakhir, hanya terdapat dalam pencalonan MWA UI UM. Padahal, yang dimaksud Mahkamah dalam putusannya juga termasuk pencalonan DPM UI dan BEM UI.

Kita tetap mengapresiasi langkah DPM UI atas usahanya memperbaiki UU Pemira guna merespon putusan Mahkamah dengan segala kekurangannya. Dibutuhkan kecermatan dalam proses legal drafting atau penyusunan materi Undang Undang. Mengingat Pasal yang pernah diuji tidak akan bisa diuji kembali untuk kedua kalinya kepada Mahkamah. Sehingga usaha  memperbaiki peraturan hanya bisa dilakukan saat pembuatan UU yaitu saat tahap legislasi yang dilakukan oleh DPM UI.